Apakah Allah itu ada? Apa buktinya?
Pertanyaan
“apakah Allah ada” muncul dari keraguan manusia akan eksistensi Allah. Para
“agnostik” yang mengatakan bahwa ia tidak tahu apakah Allah ada sedang menipu
diri mereka sendiri dan mungkin mencoba menipu orang lain. Pernyataan “Allah
tidak ada” menunjukkan keterbatasan pikiran manusia yang hanyalah ciptaan yang
tidak dapat menjangkau sesuatu yang tidak terbatas (Allah). Jika ada ciptaan,
maka tentu ada pencipta. Satu-satunya yang mungkin untuk menciptakan segala
sesuatu, termasuk pikiran dan bahkan manusia itu sendiri hanyalah Allah.
Penolakan manusia akan kenyataan ini didasarkan dari kenyataan bahwa pikiran
manusia sangat terbatas dan diciptakan. Tetapi pikiran Allah tidak diciptakan
dan tak terjangkau, tak terjangkau oleh pikiran yang diciptakan.
Ditinjau
dari segi bahasa Nama Allah Israel “Yahweh” berasal dari nama kuno havahyang
berarti “ada, menjadi”. Kata YAH, dalam YAHWEH menunjukkan Pribadi yang berdiri
sendiri, sehingga Yahweh nama Yahweh berbicara tentang keberadaan atau hakikat
Allah. Yahweh berarti “Aku adalah aku”, nama yang pertama kali muncul dalam
nyanyian kemenangan Musa ini (Keluaran 15) menunjukkan Dia ada. Sehingga ketika
kita membaca nama Yahweh, atau TUHAN dengan huruf kapital dalam Alkitab kita,
kita seharusnya berpikir berdasarkan keberadaan atau kehidupan, dan kita harus
berpikir tentang Yahweh sebagai pribadi yang sepenuhnya ada tanpa disebabkan
oleh pelaku dari luar, pribadi yang memiliki kehidupan utama dan kehidupan
kekal.
Allah
ada, kehadiran Allah menyertai seluruh karya-Nya dan tidak dapat dihindari oleh
karya manapun (Mazmur 139). Segala sesuatu tentu ada yang menjadikan dan
mengontrol, dan tidak ada seorangpun yang sanggup melakukan itu kecuali Allah
sendiri.
Banyak
orang tidak dapat memahami keberadaan Allah dikaitkan dengan pandangan tentang
transendesnsi dan imanensi non Kristen. Di satu pihak, jika Allah sangat jauh
sehingga tidak dapat diidentifikasi (transenden), maka tentu saja Dia tidak
dapat dikenal. Di lain pihak, jika Allah begitu dekat dengan dunia sehingga Dia
tidak dapat dipisahkan dari dunia (imanen), maka itu berarti kita tidak
mengenal Allah dengan benar. Selain itu, filsuf Hume juga menyatakan bahwa
pengetahuan kita terbatas pada persepsi pancaindra, atau Kant yang mengatakan
bahwa kita hanya dapat mengetahui “penampilan” atau “fenomena” dan bukan
realitas itu sendiri. Akan tetapi, Allah tidak dapat dibatasi oleh pancaindra
atau fenomena. Memang benar bahwa pikiran dan pengetahuan kita terbatas untuk
menyelidiki Allah. Tetapi Allah-lah yang mengendalikan segala sesuatu, termasuk
pikiran . Dan karena Ia mengendalikan segala sesuatu, maka Dia memasuki
dunia-Nya yang kita diami tanpa menjadi relatif dan kehilangan keilahian-Nya.
Jadi dengan melihat dunia kita, adalah bukti bahwa Allah ada.
Karena
Allah adalah otoritas tertinggi, pencipta dari semua kriteria dan Allah hadir
dimana-mana, maka kita tidak dapat menghindari-Nya. Semua realitas menyatakan
Allah, membuktikan Allah ada.
Pembuktian
terkuat tentang keberadaan Allah ada pada Kitab Suci. Mulai dari Kejadian 1
yang menjelaskan penciptaan, Pribadi Allah sudah ada jauh sebelumnya. Ia yang
merancangkan segala sesuatu, Ia-lah permulaan. Dipertegas kembali pada Yohanes
1:1, “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan
Firman itu adalah Allah”, akan lebih mudah bagi orang Kristen yang percaya pada
Alkitab untuk memahami dan percaya pada eksistensi Allah karena segala sesuatu
telah nyata tertulis dalam Alkitab. Seluruh Alkitab berisi banyak hal tentang
Allah, sehingga tidak mungkin jika Allah tidak ada.
Bagaimana anda dapat mengetahui
bahwa Allah ada dan berdaulat atas hidup manusia?
Selain
dari penyataan Allah secara umum lewat seluruh realita yang dapat dirasakan
oleh pancaindra, Allah juga adalah Roh sehingga tidak cukup dengan pancaindra
saja tetapi juga dirasakan nyata lewat hubungan pribadi dengan Allah. Apapun
yang dinyatakan Allah kepada kita dinyatakan-Nya dalam bentuk yang dapat
dimengerti oleh makhluk ciptaan. Wahyu tidak sampai kepada kita dalam bentuk
yang ada dalam pikiran Allah. Kitab Suci sebagai contohnya, ditulis dalam
bahasa manusia dan bukan bahasa Ilahi. Walaupun begitu tetap saja, manusia
tidak dapat mengerti Kitab Suci secara tuntas. Jadi, apabila ada kesukaran
untuk memahami Allah, letak permasalahan-Nya bukan pada Allah, karena Allah
sempurna. Letak masalahnya adalah pada keterbatasan manusia, hal ini menegaskan
bahwa paham atheisme adalah salah,
karena sesunggunya mereka menyerah kepada pikiran mereka yang tidak dapat
melampaui Allah, namun ironisnnya mereka memilih mengambil kesimpulan yang
keliru.
Ketika
seorang hamba mulai mengenal Tuannya, ia semakin menyadari betapa sedikit yang
diketahuinya, dan betapa Allah jauh melampaui kemampuan berpikir seorang hamba.
Begitu pula dengan kita yang mengakui Allah ada dan eksistensinya sungguh
terasa dalam hubungan pribadi dengan-Nya. Dalam hubungan pribadi tersebut kita
mulai mengenal Allah dan betapa berkuasa-Nya Ia dalam hidup kita.
Kitab
Kejadian menyatakan bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu dengan
berfirrman yang berarti Dia memiliki kuasa absolut (otoritas penuh) atas semua
ciptaan, termasuk manusia. Dia secara pribadi mengatur dan mengendalikan
tindakan-tindakan bebas manusia dengan maksud untuk menentukan bahwa segala sesuatu
terjadi berdasarkan tujuan kekal-Nya. Allah juga ikut campur tangan dalam
sejarah manusia. Sebagai pemelihara segala sesuatu, yang tidak hanya sekedar
mengoperasikan alam semesta dan seisinya, namun menjadi terlibat aktif dalam
kehidupan kita, Allah menopang dna melindungi kita.
Otoritas
atau kemahakuasaan Allah tidak dibatasi siapa pun atau apa pun di luar
diri-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang terlalu sulit bagi Dia; Dia dapat
melakukan segala sesuatu, juga dalam hidup manusia, sebagaimana dikatakan dalam
Matius 19:26, “Bagi Allah segala sesuatu mungkin”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar