Sabtu, 25 Juli 2015

Pertanyaan tentang Eksistensi Allah



Apakah Allah itu ada? Apa buktinya?
Pertanyaan “apakah Allah ada” muncul dari keraguan manusia akan eksistensi Allah. Para “agnostik” yang mengatakan bahwa ia tidak tahu apakah Allah ada sedang menipu diri mereka sendiri dan mungkin mencoba menipu orang lain. Pernyataan “Allah tidak ada” menunjukkan keterbatasan pikiran manusia yang hanyalah ciptaan yang tidak dapat menjangkau sesuatu yang tidak terbatas (Allah). Jika ada ciptaan, maka tentu ada pencipta. Satu-satunya yang mungkin untuk menciptakan segala sesuatu, termasuk pikiran dan bahkan manusia itu sendiri hanyalah Allah. Penolakan manusia akan kenyataan ini didasarkan dari kenyataan bahwa pikiran manusia sangat terbatas dan diciptakan. Tetapi pikiran Allah tidak diciptakan dan tak terjangkau, tak terjangkau oleh pikiran yang diciptakan.
Ditinjau dari segi bahasa Nama Allah Israel “Yahweh” berasal dari nama kuno havahyang berarti “ada, menjadi”. Kata YAH, dalam YAHWEH menunjukkan Pribadi yang berdiri sendiri, sehingga Yahweh nama Yahweh berbicara tentang keberadaan atau hakikat Allah. Yahweh berarti “Aku adalah aku”, nama yang pertama kali muncul dalam nyanyian kemenangan Musa ini (Keluaran 15) menunjukkan Dia ada. Sehingga ketika kita membaca nama Yahweh, atau TUHAN dengan huruf kapital dalam Alkitab kita, kita seharusnya berpikir berdasarkan keberadaan atau kehidupan, dan kita harus berpikir tentang Yahweh sebagai pribadi yang sepenuhnya ada tanpa disebabkan oleh pelaku dari luar, pribadi yang memiliki kehidupan utama dan kehidupan kekal.
Allah ada, kehadiran Allah menyertai seluruh karya-Nya dan tidak dapat dihindari oleh karya manapun (Mazmur 139). Segala sesuatu tentu ada yang menjadikan dan mengontrol, dan tidak ada seorangpun yang sanggup melakukan itu kecuali Allah sendiri.
Banyak orang tidak dapat memahami keberadaan Allah dikaitkan dengan pandangan tentang transendesnsi dan imanensi non Kristen. Di satu pihak, jika Allah sangat jauh sehingga tidak dapat diidentifikasi (transenden), maka tentu saja Dia tidak dapat dikenal. Di lain pihak, jika Allah begitu dekat dengan dunia sehingga Dia tidak dapat dipisahkan dari dunia (imanen), maka itu berarti kita tidak mengenal Allah dengan benar. Selain itu, filsuf Hume juga menyatakan bahwa pengetahuan kita terbatas pada persepsi pancaindra, atau Kant yang mengatakan bahwa kita hanya dapat mengetahui “penampilan” atau “fenomena” dan bukan realitas itu sendiri. Akan tetapi, Allah tidak dapat dibatasi oleh pancaindra atau fenomena. Memang benar bahwa pikiran dan pengetahuan kita terbatas untuk menyelidiki Allah. Tetapi Allah-lah yang mengendalikan segala sesuatu, termasuk pikiran . Dan karena Ia mengendalikan segala sesuatu, maka Dia memasuki dunia-Nya yang kita diami tanpa menjadi relatif dan kehilangan keilahian-Nya. Jadi dengan melihat dunia kita, adalah bukti bahwa Allah ada.
Karena Allah adalah otoritas tertinggi, pencipta dari semua kriteria dan Allah hadir dimana-mana, maka kita tidak dapat menghindari-Nya. Semua realitas menyatakan Allah, membuktikan Allah ada.
Pembuktian terkuat tentang keberadaan Allah ada pada Kitab Suci. Mulai dari Kejadian 1 yang menjelaskan penciptaan, Pribadi Allah sudah ada jauh sebelumnya. Ia yang merancangkan segala sesuatu, Ia-lah permulaan. Dipertegas kembali pada Yohanes 1:1, “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah”, akan lebih mudah bagi orang Kristen yang percaya pada Alkitab untuk memahami dan percaya pada eksistensi Allah karena segala sesuatu telah nyata tertulis dalam Alkitab. Seluruh Alkitab berisi banyak hal tentang Allah, sehingga tidak mungkin jika Allah tidak ada.
Bagaimana anda dapat mengetahui bahwa Allah ada dan berdaulat atas hidup manusia?
Selain dari penyataan Allah secara umum lewat seluruh realita yang dapat dirasakan oleh pancaindra, Allah juga adalah Roh sehingga tidak cukup dengan pancaindra saja tetapi juga dirasakan nyata lewat hubungan pribadi dengan Allah. Apapun yang dinyatakan Allah kepada kita dinyatakan-Nya dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh makhluk ciptaan. Wahyu tidak sampai kepada kita dalam bentuk yang ada dalam pikiran Allah. Kitab Suci sebagai contohnya, ditulis dalam bahasa manusia dan bukan bahasa Ilahi. Walaupun begitu tetap saja, manusia tidak dapat mengerti Kitab Suci secara tuntas. Jadi, apabila ada kesukaran untuk memahami Allah, letak permasalahan-Nya bukan pada Allah, karena Allah sempurna. Letak masalahnya adalah pada keterbatasan manusia, hal ini menegaskan bahwa paham atheisme adalah salah, karena sesunggunya mereka menyerah kepada pikiran mereka yang tidak dapat melampaui Allah, namun ironisnnya mereka memilih mengambil kesimpulan yang keliru.
Ketika seorang hamba mulai mengenal Tuannya, ia semakin menyadari betapa sedikit yang diketahuinya, dan betapa Allah jauh melampaui kemampuan berpikir seorang hamba. Begitu pula dengan kita yang mengakui Allah ada dan eksistensinya sungguh terasa dalam hubungan pribadi dengan-Nya. Dalam hubungan pribadi tersebut kita mulai mengenal Allah dan betapa berkuasa-Nya Ia dalam hidup kita.
Kitab Kejadian menyatakan bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu dengan berfirrman yang berarti Dia memiliki kuasa absolut (otoritas penuh) atas semua ciptaan, termasuk manusia. Dia secara pribadi mengatur dan mengendalikan tindakan-tindakan bebas manusia dengan maksud untuk menentukan bahwa segala sesuatu terjadi berdasarkan tujuan kekal-Nya. Allah juga ikut campur tangan dalam sejarah manusia. Sebagai pemelihara segala sesuatu, yang tidak hanya sekedar mengoperasikan alam semesta dan seisinya, namun menjadi terlibat aktif dalam kehidupan kita, Allah menopang dna melindungi kita.
Otoritas atau kemahakuasaan Allah tidak dibatasi siapa pun atau apa pun di luar diri-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang terlalu sulit bagi Dia; Dia dapat melakukan segala sesuatu, juga dalam hidup manusia, sebagaimana dikatakan dalam Matius 19:26, “Bagi Allah segala sesuatu mungkin”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar