Sabtu, 25 Juli 2015

PASTORAL KONSELING: BERPIKIR NEGATIVE (NEGATIVE THINKING)


“Manusia adalah produk dari pikirannya”, demikianlah ungkap David J.Schwartz, Ph.D dalam salah satu buku terpopularnya Berfikir dan Berjiwa Besar. Hal ini dapat dibenarkan berdasarkan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Pikiran kita telah memproduksi diri kita. Ketika pikiran kita banyak mengandung muatan positif, maka hal itu tergambar dari perilaku dan tindak tanduk kita yang dapat memberkati orang lain. Sebaliknya, ketika pikiran kita negative maka hal tersebut juga memproduksi perilaku dan tindakan-tindakan negative yang menyusahkan diri sendiri dan orang lain.
Sebagai orang percaya yang yang juga disebut sebagai surat Kristus (II Kor 3:3) maka nyatalah bahwa dalalm seharusnya kita menajdi berkat dalam perbuatan kita sehari-hari. Perbuatan atau tindakan kita sendiri lahir dari buah pikiran kita. Pada faktanya, ada banyak orang percaya yang belum mampu memanagemen pikiran sebagaimana mestinya. Sehingga tidak jarang kita jumpai kehidupan orang percaya yang tidak menjadi berkat lewat perkataan-perkataan yang tidak memberkati, perbuatan yang tidak baik yang semuanya diawali dengan pikiran yang tidak baik terlebih dahulu.
Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa kekuatan pikiran sangat mempengaruhi kesaksian hidup seseorang. Oleh karena itu, perlu bagi orang percaya untuk mengetahui keadaan pikirannya saat ini. Apabila banyak orang percaya terjebak dalam cara berpikir negative, maka hal ini perlu dikenalisejak dini dan dirubah dengan pertolongan Roh Kudus.


A.    DEFINISI BERPIKIR NEGATIVE
Berpikir negative atau Negative thinking adalah pola atau cara berpikir yang lebih condong pada sisi-sisi negatif dibanding sisi positifnya. Pola pikir ini bisa tampak dari keyakinan atau pandangan yang terucap, cara seseorang bersikap, dan perilaku sehari-hari.[1]
Karena sisi negatif lebih dominan, tidak heran jika cara berpikir seperti ini dipenuhi sikap apriori, prasangka, ketidakpercayaan, kecurigaan, dan kesangsian, yang seringkali tanpa dasar atau tanpa nalar sama sekali. Dalam bahasa sehari-hari berpikir negative juga sering dikenal dengan berburuk sangka. Banyak orang yang melakukannya tanpa sadar atau dengan kesadaran penuh. Pola berpikir ini sangat berbahaya, karena memiliki daya rusak yang luar biasa.
Dalam 40 Kebiasaan Yang Menghancurkan Karier Anda Ir.Soejitno mendefinisikan buruk sangka sebagai pengambilan simpulan tentang orang lain yang sangat subjektif dan cenderung negative. Padahal apa yang disangkakan belum tentu benar. Apa yang disangkakan akan mempengaruhi cara berpikir, bersikap dan mengambil keputusan. Jika seseorang berburuk sangka, maka kecenderungannya adalah orang tersebut bersikap mengikuti buruk sangka tersebut.
B.     PENYEBAB BERPIKIR NEGATIVE
Berpikir negative dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti berikut:
  1. Konstruksi persepsi yang didasarkan pada sistem keyakinan
Persepsi dan kemampuan orang untuk menentukan kerangka acuan yang realistis adalah faktor kunci untuk mencapai kebahagiaan.[2]Kebesaran seseorang hanya dapat diukur berdasararkan berapa lama gagasan-gagasannya menghambat kemajuan.[3]Ketika persepsi seseorang terhadap sesuatu atau seseorang telah dipengaruhi dengan konsep yang salah, maka hal tersebut akan memberi dampak besar bagi dirinya. Mulai dari persepsi terhadap dirinya sendiri dan terhadap orang lain.
a.       Persepsi Terhadap Dirinya
Ketika seseorang memiliki self image/ citra diri yang buruk tentu saja akan melihat diri sendiri jelek, itu sebabnya ia tidak senang melihat orang lain yang memiliki kelebihan atau diberkati. Sebaliknya ia akan senang melihat orang lain menderita kerugian. Ini sebenarnya berasal dari prinsip yang salah, yaitu: “Kalau saya bisa merendahkan orang lain, maka saya akan nampak tinggi”. Mengapa dia memiliki prinsip yang salah ini? Karena ia merasa dirinya rendah. Padahal kenyataannya tidaklah demikian, pada saat seseorang merendahkan orang lain, maka ia pun akan ikut turun juga.[4] Orang seperti ini akan suka mencela, mengkritik, iri hati karena selalu berpikir negative.
Sebaliknya orang yang mempunyai citra diri baik tidak akan minder melihat kelebihan orang lain, itu sebabnya ia bisa dengan tulus mengakui dan menghargai kelebihan orang lain sebab dia sendiri mempunyai kelebihan dalam bidang-bidang yang lain.
b.      Persepsi Terhadap Orang Lain
Orang yang berpikir negative akan membuat banyak persepsi yang bersifat subjektif dan cenderung salah tentang orang lain. Orang seperti ini biasanya banyak menyimpan penyakit hati yang merusak hubungannya dengan orang lain. Ada sembilan penyakit yang berkaitan dengan persepsi terhadap orang lain, yaitu: suka marah, iri dan dengki, mudah kecewa, tamak dan serakah, buruk sangka, pendendam, suka bohong, tukang fitnah dan sombong. [5]
2.      Cara Pandang (Paradigma) Dalam Memahami Suatu Persoalan
Suatu asumsi yang paling terkenal adalah asumsi bahwa pikiran adalah sesuatu yang dilakukan oleh materi. Pikiran timbul dari otak. “Otak menyekresikan atau mengeluarkan pikiran sebagaimana hati mengeluarkan empedu.” [6]Seseorang secara sadar dapat memanfaatkan rasionalitas berpikir, logika, dan kecakapan berpikirnya untuk memandang suatu persoalan secara negative atau positive. Jika seseorang memahami suatu persoalan secara negative, maka hasilnya akan merusak bahkan memperburuk keadaan. Pola pikir negative dalam memandang atau merespon persoalan seringkali mengabaikan rasionalitas, logika, fakta, atau informasi yang relevan. Akan terjadi suatu mekanisme self defense, yaitu suatu kecenderungan untuk mempertahankan diri dari apa yang dipersepsikan sebagai sesuatu yag menyerang atau berpotensi menghalangi tercapainnya keinginan. Salah satu pilihan mempertahankan diri itu adalah dengan bersikap ofensif atau menyerang balik si pengancam atau orang yang dianggap pembuat atau sumber masaah.
C.    CIRI – CIRI ORANG YANG BERPIKIR NEGATIVE
Adapun ciri – ciri umum dari orang yang berfikir negative adalah sebagai berikut:
1.      Kalau ada orang lain bahagia, dia susah dan tidak senang,
2.      Kalau ada orang lain menderita dan mendapat kesusahan, dia senang,
3.      Tidak suka jika orang lain melebihi dirinya,
4.      Suka memperdaya orang lain.
5.      Sulit menerima pendapat orang lain,
6.      Sulit menerima hal baru,
7.      Sulit bersosialisasi
8.      Sering muncul sebagai pribadi yang kurang menarik untuk diajak kerjasama.

D.    AKIBAT BERPIKIR NEGATIVE
Banyak orang jenius yang justru gagal karena pemikrian negatif yang menuntun kemampuan otaknya yang luar biasa menyumbang sedikit dan tidak menghasilkan apa-apa.[7]
Depresi adalah salah satu tahap paling buruk dalam gangguan saraf, karena ini merampas begitu banyak keinginan untuk sembuh.[8] Hal ini dilahirkan dari kekuatan berpikir negative dengan tingkat depresi yang tinggi.
Sebagian besar psikolog membenarkan teori diri dengan cara menunjuk sejumlah besar orang yang menderita depresi disebabkan oleh pikiran-pikiran negative tentang diri mereka sendiri. Depresi mungkin disebabkan oleh alasan psikologis, tetapi kasus-kasus depresi ini biasanya merupakan bentuk tersembunyi dari penyembahan diri. Hal ini pada awalnya mungkin tampak mengejutkan, tetapi dasar pemikirannya sebenarnya sederhana saja: depresi dan pikiran negative tentang diri sendiri, yaitu agresi atau kebencian terhadap diri sendiri yang terjadi ketika seseorang gagal memenuhi standarnya sendiri yang tinggi untuk mencapai keberhasilan.[9]
Sebagian orang justru menjadi kritis karena mengembangkan kebiasaan untuk berpikir negative. Dalam usaha mereka unutk memperbaiki orang lain, mereka dengan jujur berusaha memperbaiki diri sendiri. Tapi jika hanya memperhatikan segi negatifnya, maka sisi negativenyalah yang akan berkuasa. Menyuarakan yang negative menghasilkan sikap yang negative pula. [10]
Dalam hidup orang berburuk sangka, ia tidak pernah tenang karena banyak berfikir hal yang negative, yang sering berlawanan dengan realita. Hidup akan penuh dengan penderitaan jika terbiasa dengan buruk sangka. Dimanapun dan kemanapun seseorang pergi, ia akan melihat orang lain itu buruk dalam pandangannya dan tidak ada sedikit kebaikan dari mereka. Contohnya ditempat kerja, jika ia adalah seorang manajer atau pimpinan yang dijangkiti penyakit buruk sangka, mengelolah perusahaan akanmenjadi semakin sulit. Apa saja yang dilakukan oleh bawahan selalu dinilai negative.Dalam mengambil keputusan, cenderung banyak kelirunya. Bawahan menjadi apatis karena selalu dicurigai dan dinilai negative. Targer-target tidak bisa tercapai dan kinerja perusahaan menurun.Hampir sama kondisinya jika bawahan juga buruk sangka terhadap atasan. Apa yang menajadi kebijakan atasan selalu diartikan lain. Segala sesuatu ditanggapi secara sinis atau menolak. Sebagai bawahan atau atasan, jika mempunyai kecenderungan berpikir negative maka kebiasaan ini tidak mendukung terhadap peningkatan prestasi. Orang yang berpikir negative sulit untuk diajak kerjasama.
 

PERSPEKTIF ALKITAB
Yesus menerima pribadi-pribadi walaupun Ia menolak kelakukan mereka. Ini menunjukkan betapa positivenya pikiran dan sikap Yesus. Misalnya, Yesus tetap menjadikan Yudas salah satu murid, meskipun Ia tahu Yudas mencuri. Ia memilih matius, meskipun ia seorang pemungut cukai yang dibenci. Ia menerima Simon Petrus, bahkan setelah pengkhiantannya. Yesus tidak menolak orang yang trjahat sekalipun. Bahkan, Alkiab mengatakan, “Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Rm 5:8). Yesus tidak bergantung pada dosa dan kesalahan seseorang. Sebaliknya, Ia menerima orang apa adanya.
Menerima orang lain berarti mempercayainya, dan menjaganya sebagaimana adanya, meskipun orang itu belum berubah. Menerima berarti “Saya mungkin tidak menyukai apa yang kau lakukan, tetapi saya menyukai kamu.” Orang akan cenderung untuk berubah kalau kita menerimanya seperti itu, dibandingkan kalau kita mengkritiknya dengan pikiran negative kita dan secara tidak langsung mengatakan bahwa kita tidak mengasihinya sebelum ia melakukan apa yang kita inginkan.
Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang disorga (Mat 5:44-45). Dalam ayat ini Allah bahkan menginginkan kita untuk memberi kasih bahkan pada orang yang tidak mengasihi kita, bukan justru berpikir jahat dan menjauhi mereka.
Rasul Paulus juga mengajarkan kita untuk memikirkan hal-hal yang baik/ positif dalam Filipi 4:8 “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” Juga dalam Efesus 4:17-18, “Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-siadan pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, karena kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena kedegilan hati mereka.”
            Nyatalah dalam ayat-ayat diatas bahwa Rasul Paulus mengajarkan kita untuk memikirkan hal-hal yang baik dengan sudut pandak yang baik sehingga menghasilkan yang baik.

KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan yang juga sekaligus solusi untuk permasalah berpikir negative, yaitu sebagai berikut:
·         Berpikir positivelah dengan:
a.       Menyadari fakta bahwa orang lain mempunyai hak untuk berbeda.
b.      Betapa anehnya dunia ini jika semua orang sama dan setiap orang sempurna. Fakta yang sederhana tapi penting ialah: tidak seorangpun seluruhnya baik dan tidak seorangun seluruhnya buruk. Orang sempurna tidak ada. Sekarang, jika membiarkan pikiran tidak terkendali, kita dapat menemukan banyak hal yang tidak disukai pada hampir setiap orang. Begitu juga, jika kita berpikir dengan benar, berpikir yang baik tentang orang lain, kita dapat menemukan banyak sifat-sifat yang disukai dan dihargai pada orang tersebut.
·         Mendengarkan secara empatik sangat mengobati karena memberikan kepada orang-orang suasana kejiwaan. Sekali orang-orang dimengerti, mereka akan mengurangi pertahanan diri mereka. Evaluasi, simpati, dan menasehati tidaklah efektif sebagai cara untuk mendapatkan pengertian dan pengaruh. Tetapi itu akan bernilai apabila orang-orang lain merasa dimengerti.[11]
·         Jika tergoda untuk berfikir negative tentang seseorang ujilah dulu lewat tiga pintu:  apakah itu benar, apakah itu perlu, apakah itu baik?




DAFTAR PUSTAKA

Diehm J, Wiliam. 1990. Kritik. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Manafe, Ferdy. Kepemimpinan Kristen.
Meyer, Joyce. 2000. Pemimpin Yang Sedang Dibentuk. Jakarta: Immanuel.
Schwartz, J David. 2006. Berpikir dan Berjiwa Besar. Pustaka Delapratas.
Soejitno. 40 Kebiasaan Yang Menghancurkan Karier Anda.. Jawa Timur: Bayu Media Publishing.
Stein, J Steven & Book, E Howard. 2000. Ledakan EQ. Toronto: Stoddart Publishing.
Vitz, C Paul. 2005. Psychology As Religion-The Cult of Self-Worship. Surabaya: Momentum.
Weeks, Claire. 1991. Mengatasi Stress. Yogyakarta: Kanisius.
Welch, T Edward. 2012. Apakah Otak Yang Dipersalahkan. Surbaya: Momentum.
Xie, Fu & Wijanarko, Jarot. Self Image-Citra Diri. Jakarta: Suara Pemulihan.





[1] Ayue Endah Lestari, www.kompasiana.com
[2]Steven J.Stein, Ph. D. dan Howard E.Book, M.D, Ledakan EQ (Toronto:Stoddart Publishing, 2000), hlm 245.
[3]Edward T.Welch, Apakah Otak Yang Dipersalahkan (Surabaya: Momentum.2012), hlm 5
[4] DR. Ir. Fu Xie dan Ir.Jarot Wijanarko, Self Image-Citra Diri (Jakarta: Suara Pemulihan), hlm 28

[5] Ir. Soejitno, 40 Kebiasaan Yang Menghancurkan Karier Anda (Jawa Timur: Bayu Media Publishing)
[6]Edward T.Welch, Apakah Otak Yag Dipersalahkan (Surabaya: Momentum, 2012), hlm.16
[7] David J. Schwartz, Berpikir dan Berjiwa Besar, (Pustaka Delapratas, 2006), hlm 31

[8]Dr.Claire Weekes, Mengatasi Stres (Yogyakarta: Kanisius, 1991) hlm.154
[9]Paul C. Vitz. Psychology As Religion-The Cult of Self-Worship (Surabaya: Momentum, 2005), hlm 191,192
[10] Wiliam J. Diehm, Kritik (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1990), hlm 17,18

[11]Ferdy Manafe, Kepemimpinan Kristen, hlm 107

SURROGATE MOTHER (IBU PENGGANTI/ SEWA RAHIM)

Pada awalnya teknlogi reproduksi buatan diperuntukkan bagi peningkatan produktivitas, dengan kata lain pada 1790 teknologi ini berguna untuk mengatasi krisis kekurangan bahan pangan dengan pengembangbiakan hewan – hewan yang diambil susu dan dagingnya. Hasil yang memuaskan diterima pada saat itu karena semen yang digunakan dalam pengembangbiakan adalah semen terbaik/ pilihan yang hasilnya menghasilkan hewan – hewan penghasil terbaik. Penemuan ini akhirnya berkembang pada keingianan. Pada akhirnya timbul keinginan untuk melakukan hal yang sama pada manusia dalam rangka meningkatkan produksi terbaik dari manusia.[1]
Berbagai produk teknologi reproduksipun dikembangkan sejak abad ke 17. Salah satu yang paling kontroversial dalam mengawali perkembangan teknologi ini adalah kehadiran Bank Sperma pada tahun 1984. Hingga saat ini ada banyak produk yang ditawarkan oleh teknologi reproduksi yang sering juga disebut Artifical Reproduction Technology, salah satu yang paling popular dan sering dimanfaatkan ialah Inseminasi buatan (Artificial Insemination) yang berkembang menjadi sub teknologi dengan spesifikasi yang lebih sempit.
Inseminiasi buatan (Artificial Insemination) adalah teknologi reproduksi yang membantu membuat pembuahan buatan dan implantasi buatan  (in vitro fertilization) yang dapat dilakukan didalam tubuh maupun diluar tubuh manusia tanpa coitus, tergantung pada spesifikasi inseminasi yang diinginkan. Implantasi adalah suatu penanaman embryo yang sudah dikembangkan diluar tubuh terlebih dahulu kedalam rahim calon ibu.[2]
Jenis inseminasi buatan yang akan dibahas pada makalah ini adalah suatu teknologi in vitro fertilization yang masih sangat kontroversial terutama bila ditilik dari sisi keagamaan dan normative, yaitu Surrogate Mother (Ibu pengganti) atau yang biasa dikenal dengan istilah sewa Rahim. Teknologi ini termasuk kedalam golongan Artificial Insemination by Donor yang merupakan pengembangan dari inseminasi buatan yang biasa(artificial Inseination). Dikatakan pengembangan karena bila inseminasi butan biasa hanya melibatkan pasangan suami isteri saja, maka dalam Surrogate Mother ini melibatkan pihak lain selain pasangan suami isteri, yaitu wanita yang berasal dari dalam anggota keluarga maupun dari wanita yang tidak memiliki hubungan keluarga dengan pasangan suami isteri tersebut, yang dalam prosesnya dapat menggunakan prinsip imbalan materi atau tidak.
Surrogate Mother atau sewa rahim mendapat kontroversi dari sisi etika dan agama, karena prosesnya yang tidak melalui hubungan seks tapi penanamannya pada orang yang tidak terikat hubungan suami isteri.

 DEFINISI SEWA RAHIM
Surrogate mother atau sewa rahim adalah suatu teknologi reproduksi buatan dimana sperma dan ovum dari pasangan suami isteri (pada umumnya) dipertemukan diluar rahim dan ditanam dirahim wanita lain yang dinilai subur dan memenuhi syarat. Dalam hal ini wanita yang ditanami hasil pembuahan dapat berasal dari kalangan keluarga, orang terdekat bahkan orang yang tidak dikenal sekalipun dengan imbalan maupun tanpa imbalan.
Praktik sewa rahim dilakukan dengan tujuan membantu pasangan suami isteri yang mengalami gangguan reproduksi, terutama bagi wanita yang mengalami masalah serius pada organ reproduksinya yang menjadikan ia tidak mungkin untuk hamil. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh gangguan rahim/ rahim lemah, kanker, cacat atau tidak memiliki rahim karena telah diangkat ketika operasi.
Ditinjau dari aspek teknologi dan ekonomi proses surrogate mother ini cukup menjanjikan terhadap penanggulangan beberapa kasus infertilitas, tetapi ternyata proses ini terkendala oleh aturan perundang-undangan yang berlaku serta pertimbangan etika, norma-norma yang berlaku di Indonesia. Begitu juga dengan perjanjian yang dibuat, apakah bisa berlaku berdasarkan hukum perikatan nasional, terlebih-lebih objek yang diperjanjikan sangatlah tidak lazim, yaitu rahim, baik sebagai benda maupun difungsikan sebagai jasa.   
Praktek surrogate mother atau lazim diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dengan ibu pengganti/sewa rahim tergolong metode atau upaya kehamilan di luar cara yang alamiah. Dalam hukum Indonesia, praktek ibu pengganti secara implisit tidak diperbolehkan. Dalam pasal 127 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) diatur bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan :
a)    hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
b)    dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
c)       pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
     
Dalam standar hukum ini, sebenarnya penyewaan rahim tidaklah memenuhi standar untuk dilakukan di Indonesia. Namun praktik ini tetap ditemukan meskipun kelegalannya perlu dipertanyakan.

 LATAR BELAKANG SEWA RAHIM
Sewa rahim biasanya dilatarbelakangi oleh beberapa sebab, di antaranya adalah :
1.      Seorang perempuan atau seorang istri tidak mempunyai harapan untuk
mengandung secara normal karena memiliki penyakit atau kecacatan yang dapat menghalanginya dari mengandung dan melahirkan anak.
2.      Seorang perempuan tidak memiliki rahim akibat tindakan operasi
pembedahan rahim.
3.      Perempuan tersebut ingin memiliki anak tetapi tidak mau memikul beban
kehamilan, melahirkan dan menyusukan anak dan ingin menjaga kecantikan tubuh badannya.
4.      Perempuan yang ingin memiliki anak tetapi masa haidnya telah putus haid
(menopause).
5.      Perempuan yang menjadikan rahimnya sebagai alat komoditi dalam
mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan ekonominya.

BENTUK-BENTUK SEWA RAHIM
Adapun bentuk-bentuk peyewaan rahim adalah sebagai berikut:
  1. Benih isteri (ovum) disenyawakan dengan benih suami (sperma), kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain.  Kaedah ini digunakan dalam keadaan isteri memiliki benih yang baik, tetapi rahimnya dibuang karena pembedahan, kecacatan yang terus, akibat penyakit yang kronik atau sebab-sebab yang lain.
2.     Sama dengan bentuk yang pertama, kecuali benih yang telah disenyawakan  dibekukan dan dimasukkan ke dalam rahim ibu tumpang selepas kematian pasangan suami isteri itu.
3.    Ovum isteri disenyawakan dengan sperma lelaki lain (bukan suaminya) dan dimasukkan ke dalam rahim wanita lain.  Keadaan ini apabila suami mandul dan isteri ada halangan atau kecacatan pada rahimnya tetapi benih isteri dalam keadaan baik.
4.    Sperma suami disenyawakan dengan ovum wanita lain, kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain.  Keadaan ini berlaku apabila isteri ditimpa penyakit pada ovarium dan rahimnya tidak mampu memikul tugas kehamilan, atau isteri telah mencapai tahap putus haid (menopause).
5.   Sperma suami dan ovum isteri disenyawakan, kemudian dimasukkan ke dalam rahim isteri yang lain dari suami yang sama. Dalam keadaan ini isteri yang lain sanggup mengandungkan anak suaminya dari isteri yang tidak boleh hamil. 

PERSPEKTIF ALKITAB

Sebagaimana isu lain mengenai prokreasi manusia, surrogate mothertentunya menyita perhatian dari sisi keagamaan. Dari sudut pandang Kristiani, analisa moral dari teknologi reproduksi buatan ini harus mendapatka perhatian serius terutama erkait dengan tujuan aktifitas seksual dan keutuhan pernikahan. Terlebih lagi dalam posisi ini generasi manusia ditempatkan dalam level yang seolah-olah sejajar dengan dengan perkawinan hewan, apalagi teknik yang digunakan pada prosedur kerjanya sangat mirip. [3]
Pada tahun 1949 Paus Paus Pius XII dari gereja Katolik Roma adalah tokoh agama pertama yang menanggapi secara serius masalah reproduksi buatan yang dilakukan pada manusia. Beliau berkata, “the natural law and the divine law are such that the procreation of new life may only be the fruit of marriage”, yang artinya hukum alamiah dari prokreasi manusia (penghamilan) hanya boleh dilakuakan melalui perkawinan/ persetubuhan yang wajar.”
Bila kita menilik dari segi prosedur pelaksanaan praktik surrogate mother  maka ada proses onani dan masturbasi, yang artinya ada pembuangan sperma yang secara sengaja yang bila kita lihat dalam Kejadian 38:10. Pada konteks pasal tersebut cara yang dilakukan untuk mendapatkan keturunan bagi Er, Onan melakukan persetubuhan yang wajar, namun ia membuang maninya sehingga matilah Onan karena hal tersebut dipandang jahat oleh Allah.
Ditambah lagi dengan berbagai bentuk dan alasan pasangan untuk melakukan surrogate mother yang membuat perbuatan ini dipandang keji oleh Allah. Berikut ulasan dari berbagai bentuk penyewaan rahim disertai dengan respons iman kristiani.
1.      Jika sprema dan ovum berasal dari pasangan suami isteri namun mengunakn rahim wanita lain dengan alasan kecacatan atau ketiadaan rahim sang isteri karena berbagai faktor. Dalam bentuk penyewaan ini, wanita yang rahimnya disewa telah seolah-olah menjual rahimnya. Di samping itu, pernikahan yang dikehendaki oleh Tuhan Yesus adalah pernikahan dengan satu partner. Dalam kasus ini, ada pihak ketiga yang tidak terlibat dalam hubungan pernikahan, ini merusak kekudusan pernikahan.
2.      Benih yang telah disenyawakan ditumpangkan ke wanita lain karena orang tua benih meninggal. Ini berkitan dengan pandangan dasar dalam teknologi reproduksi buatan dengan persenyawaan yang tidak alamiah/ denganbantuan manusia dan terjadi diluar rahim wanita, yang menjadikannya bukan perkawinan/ persetubuhan yang tidak wajar.
3.      Kecacatan laki-laki atau sperma laki-laki yang membuat ovum wanita harus dibuahi oleh sperma lain dan kemudian dititipkan ke rahim wanita lain. Keadaan ini lebih parah lagi, karena selain cara persenyawaan yang tidak wajar juga ada piahk ketiga dan keempat, yaitu pihak pendonor sperma dan pihak pendonor sewa rahim. Kerumitan ini telah menghancurkan kekudusan pernikahan dengan pemaksaan kehendak.
4.      Sperma sang suami disenyawakan dengan ovum wanita lain dan ditanam di rahim wanita lain. Dalam hal ini kerunyaman terjadi bila ada dua wanita pendonor, yaitu pendonor rahim dan pendonor ovum. Tidak dapat terlihat keterlibatan langsung pada isteri yang sah. Adopsi anak merupakan usaha yang lebih sederhana dan mulia disbandingkan cara ini. Atau jika wanita pendonor ovum dan rahim adalah wanita yang sama, maka kejadian ini mirip dengan apa yang terjadi pada Abraham, Sarah dan Hagar dalam Kejadian 16 yang pada akhirnya menimbulkan pertentangan dan masalah.
5.      Bentuk yang terkahir adalah bila ovum dan sperma dari suami isteri yang sah disenyawakan dan ditanam pada isteri yang lain, dalam artian terjadi praktik poligami. Hal ini dijelaskan dalam Markus 10:11-12 yang berbunyi “Lalu katanya kepada mereka: “Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan wanita lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika si ister menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah”
Dalam penjelasan diatas jelaslah betapa Allah menghendaki kekudusan dalam pernikahan karena Ia dari kesatuan suami isteri yang Ia inginkan ialah keturunan ilahi, sehingga kesetiaan menjadi faktor penentu yang sangat diperlukan dalam hubungan suami isteri (Maleakhi 2: 15-16).[4]

Berikut adalah Perbandingan Argumen megenai Surrogate Mother (Sewa rahim) berdasarkan Scott B. Rae dalam Brave New Family
Affirmative (government)
Oposisi (Norma Kristiani)
  • Sewa rahim sesuai dengan aturan konstitusional dalam kebebasan prokreasi  (AS).
  • Bayaran kepada ibu sewaan adalah sebuah pembayaran jasa pelayanan, bukan penjualan anak
  • Sewa rahim berbeda dengan adopsi dalam pasar gelap (perdagangan anak/bayi)
  • Sewa rahim termasuk dalam praktik jual-beli anak
  • Sewa rahim berpotensi mengekspoitasi ibu sewa (ekspolitasi wanita)
  • Sewa rahim merusak hak ibu untuk berasosiasi dengan anak


Kitab suci bersifat skeptic tentang kontribusi orang ketiga dalam prokreasi. Sewa rahim komersial adalah problema bahkan bagi mereka yang tidak percaya pada kitab suci karena kecenderungan jual-beli bayi yang diciptakan. Jual-beli bayi adalah adalah masalah moral yang mendapat perlawanan dari kebanyakan orang.[5]

SOLI DEO GLORIA 


DAFTAR PUSTAKA
Alkitab
Davis, J John.1985. Evangelical Ethics-Issues Facing The Church Today.New Jersey: Presbyterian and Reformed Publishing.
Lammers, E. Stephen & Verhey, Allen. 1989. On Moral Medicine-Theological Perspectives in Medical Ethics. Michigan: William B. Eerdmans Publishing.
Parrot, Leslie & Les. 2002. When Bad Things Happen To Good Marriage. Batam Centre: Interaksara.
Rae, B. Scoot. 1996. Brave New Families. USA: Baker books.
Wheat, Ed. 1999. 20 Langkah  Menuju Pernikahan Yang Bahagia. Jakarta: Karismata.
http://Surrogate_mother_dalam_perspektif_hukum.com
http://mas.gedhe%20blog's%20%20INSEMINASI%20BUATAN%20MENURUT%20PANDANGAN%20ETIKA%20KRISTEN.htm















[1] John Jefferson Davis, Evangelical Ethics-Issues Facing The Church Today (New Jersey: Presbyterian and Reformed Publishing, 1985), hlm. 65-66
[2] Stephen E. Lammers & Allen Verhey, On Moral Medicine-Theological Perspectives in Medical Ethics (Michigan: William B. Eerdmans Publishing, 1989), hlm. 333
[3] John Jefferson Davis, Evangelical Ethics-Issues Facing The Church Today (New Jersey: Presbyterian and Reformed Publishing, 1985), hlm. 69
[4]Ed Wheat, 20 Langkah  Menuju Pernikahan Yang Bahagia, (Jakarta: Karismata, 1999), hlm 32.
[5]Scott B. Rae, Brave New Families (USA: Baker books, 1996), hal167.