DEFINISI
KANON
Kanon
adalah isilah yang berasal dari bahasa Yunani yang juga kemungkinan besar juga
berasal dari bahasa Ibrani qaneh yang
berarti tongkat pengukur. Istilah ini digunakan untuk mengukur kitab-kitab mana
yang ditentukan sebagai kitab yang dinspirasikan atau tidak. Kanonisasi
memungkinkan Alkitab kita berjumlah 39 kitab pada Perjanjian Lama dan 27 kitab
pada Perjanjian Baru.
KANONISITAS
DARI PERJANJIAN LAMA
Para masoret membagi kitab Perjanjian
Lama dalam 3 kategori, yaitu: 1) Hukum (Pentateukh); 2) Nabi; 3) Tulisan –
tulisan (termasuk Mazmur). Pada intinya kitab – kitab Perjanjian lama
diinspirasikan oleh Allah kepada manusia yang Ia kehendaki dan berotoritas pada
saat kitab itu ditulis. Manusia mengenali tulisan - tulisan itu biasanya pada
waktu mereka mengenali penulis sebagai juru bicara Allah, contohnya ialah
kumpulan Kitab Pentateukh yang ditulis oleh Musa. Pada akhirnya, terjadilah
pengkoleksian kitab-kitab itu menjadi suatu kanon.
KANONISITAS
DARI PERJANJIAN BARU
Proses pengakuan dan pengkoleksian
kitab-kitab Perjanjian Baru dimulai di awal abad, terutama setelah pemusnahan/
pembakaran semua Kitab Suci pada masa pemerintahan Kaisar Diocletian. Pada
zaman pos-apostolik, yaitu sekitar tahun 95 AD – 235 AD terdapat
pengakuan-pengakuan dari tokoh-tokoh agama yang bervariasi tentang jumlah kitab
Perjanjian Baru yang mereka akui, hal ini diungkapkan dalam kegiatan surat-menyurat
pada waktu itu. Hingga akhirnya pada abad ke 4, sekitar tahun 367 AD- 397 AD
para pakar menyebutkan 27 kitab Perjanjian Baru yang diakui kanonikalnya.
Keduapuluhtujuh kitab inilah yang pada saat itu dibacakan di gereja-gereja.
Pada tahun 397 AD. Konsili dari Carthage
meneguhkan bahwa hanya kitab-kitab kanonikal itulah yang dibaca oleh
gereja-gereja.
Timbullah sebuah pertanyaan tentang
baagaimana gereja mengenali kitab yang mana yang kanonikal? 4 ujian ini dapat
menjawab pertanyaan tersebut:
1. Apostolisitas.
Ini menyangkut pada pribadi penulis, apakah ia termasuk salah satu rasul atau
mempunyai hubungan dengan rasul.
2. Penerimaan. Ini
tentang penerimaan sebagian besar gereja pada saat itu. Pengenalan kitab-kitab
tersebut pada gereja adalah penting, karena degan demikian kitab-kitab palsu
ditolak.
3. Isi.
Isi amat penting dalam melihat kekonsistensian doktrin yang diajarkan dengan
doktrin yang telah diterima sebagai pengajaran ortodoksi.
4. Inspirasi.
Kualitas inspirasi dipertanyakan dalam hal menguji kitab kanon. Apkrifa dan
Pseudepigrifa ditolak karena masalah ini. Kitab itu harus memberikan kesaksian
dari niai moral dan spiritual yang tinggi yang menjadi indikasi bahwa kitab
tersebut merupakan hasil karya Roh Kudus.
SOLI DEO GLORIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar